Sisi Lain Raffles Tentang Jawa
Judul :
Raffles dan Invasi Inggris Ke Jawa
Penulis :
Tim Hannigan
Penerbit :
KPG Jakarta
Tahun :
1, 2015
Tebal :
419 halaman
ISBN :
978-979-91-0956-9
Tak
jarang sebagian masyarakat Indonesia beranggapan Indonesia akan lebih baik
seandainya dulu dijajah Inggris dan bukan Belanda. Meskipun sebenarnya Inggris
pernah menjajah Indonesia antara tahun 1811-1816, ketika negeri Belanda
diduduki Napoleon, Inggris melakukan invasi dan merebut Jawa dari Belanda.
Selama
lima tahun itu, Jawa diperintah oleh seorang tokoh yang dampak masa
kekuasaannya terus terasa hingga ratusan tahun kemudian: Thomas Stamford
Raffles. Bagi sebagian kalangan, nama Raffles harum sebagai pendiri Singapura
dan tokoh visioner leberal di tengah zaman kolonialisme Eropa. Namun ceritanya
bukan cuma itu, dalam hampir setiap catatan sejarah, biografi, dan kisah
tentangnya, Raffles sebenarnya adalah figur yang penuh kontroversi.
Lewat
buku berjudul Raffles dan Invasi Inggris ke Jawa Tim Hannigan membentangkan
fakta baru mengenai Raffles selama dia berkuasa di Jawa, yang antara lain
adalah meluluhlantakkan Keraton Yogyakarta, mempermalukan para raja dan
pangeran pribumi, serta memicu pembantaian di Palembang, juga mencoba
menerapkan sistem sewa tanah sehingga mengubah ekonomi di Jawa.
Tidak
hanya itu berbekal arsip yang tersimpan di British Library, Tim Hannigan dengan
gaya naratif yang mengesankan mencoba mengungkapkan pelbagai jejak kelam
Raffles di Jawa yang selama ini seolah sengaja dihilangkan dalam catatan
biografi hidupnya (hlm: 15).
Kisah
itu berawal ketika kapal yang membawa rombongan Gubernur Jendral wilayah
kekuasaan Perusahaan Hindia Timur (The East India Company) Inggris di Asia,
Lord Minto termasuk di dalamnya Raffles tiba di Cilincing yang letaknya sekitar
12 kilometer dari ibukota kolonial kuno yang megah, Batavia pada tanggal 4
Agustus 1811.
Lord
Minto diperintahkan Inggris untuk menyerang Jawa secepat mungkin, namun kalau
sudah menumbangkan pemerintah Napoleon dan Belanda serta menghancurkan
pertahanannya, Inggris harus menyerahkan pulau tersebut kepada orang Jawa.
Alasannya tidak lain adalah murni karena keuangan (hlm: 45).
Namun
tidak demikian dengan Raffles. Ia datang dan menaklukkan Jawa dengan penuh
ambisi. Baginya, mengusir Belanda kemudian mundur bukanlah cara Inggris. Kurang
dari tiga bulan berada di Jawa, pada 19 Oktober 1811, Lord Minto memutuskan
kembali ke Kolkata, India.
Bersamaan
dengan itu Raffles berhasil meyakinkan Lord Minto, dan instruksi pun kemudian
tak diabaikan. Kepergian Lord Minto tentu petaka bagi Jawa dan berkah untuk
Raffles yang punya impian besar untuk mengubah Jawa. Selanjutnya sebagai Letnan
Gubernur dirinya menjalankan kekuasaan
pemerintah atas namanya sendiri dengan seluruh wewenang didalamnya (hlm:).
Hal
pertama yang Raffles lakukan adalah menundukkan dua kekuatan besar di Jawa,
yakni kerajaan dengan seorang sultan di Yogyakarta dan seorang susuhunan di
Surakarta. Keberadaan sepasang raja tersebut dianggap mengganggu reformasi
besar dan berpotensi antagonis bagi pemerintahan Inggris.
Dan
yang terpenting, Raffles ingin mendapat ketundukan mutlak dari Jawa. Apalagi,
ketika kunjungan pertama kali ke istana Sultan Yogyakarta, Raffles merasa
direndahkan dalam pengaturan tempat duduk. Tentu saja, baginya tindakan itu
merupakan penghinaan yang paling kurang ajar (hlm:).
Maka,
dimulailah episode imperialisme Inggris ala Raffles. Ia memberi instruksi
kepada Kolonel Gillespie dan tentara Inggris untuk menyerang, menaklukkan, dan
menghancurkan Keraton Yogyakarta. Raffles hanya berada di garis belakang
menyaksikan pertempuran.
Pertumpahan darah kemenangan Inggris atas Jawa
tersebut digambarkan secara dramatis. Sultan dari istananya digiring ke benteng
Inggris. Lalu terjadi drama direndahkannya seorang sultan penguasa Jawa yang
berlutut di kaki Raffles (hlm. 226).
Dalam
waktu singkat, tak sampai setahun Inggris, diwakili seorang Raffles, telah
menaklukkan Tanah Harapan (Jawa). Belanda dipukul mundur dan anak buah Napoleon
dikirim pulang. Sultan Badaruddin dari Palembang menjadi pengungsi di hutan
sementara kotanya banjir darah (hlm: 231). Setelah itu, pelbagai perubahan
dimulai dan dilakukan dengan banyak catatan hitam.
Salah
satu catatan sejarah yang selama ini dihilangkan adalah keterlibatan Raffles
dalam tragedi pembunuhan 86 orang Belanda di Sungai Musi. Raffles juga berperan
dalam mengirim surat dan berkorespondensi membujuk Sultan Badaruddin Palembang
untuk “mengusir” Belanda dari Palembang (hlm:).
Dalam
lima tahun, Raffles sebenarnya tidak seberhasil yang selama ini dicatut dalam
buku-buku sejarah. Pemerintah berantakan, dokumen-dokumen tak berguna menumpuk
di kantornya, di Buitenzorg (kini Bogor). Pembukuan keuangannya ceroboh, dan
sebagian besar perkiraan anggaran tampaknya didasari fantasi. Kekacauan
terbesar di antara semuanya adalah sistem sewa tanah. Laporan sistem sewa tanah
Raffles sangat jauh dari realitas (hlm. 365).
Di
akhir masa kekuasaannya, Raffles diburu fitnah melakukan korupsi dan berbagai
tuduhan buruk. Dia pun dipecat sebelum penyerahan Hindia kembali ke Belanda.
Namun sejarah selalu ditulis pemenang. Raffles berhasil “membersihkan namanya”
dan memperoleh gelar bangsawan dengan menerbitkan buku The History of Java.
Meski dalam buku ini, Tim Hanningan menyatakan hal itu sebagai kebohongan
sejarah yang memalukan tidak lain hanyalah praktek besar plagiarisme. Raffles
menjiplak catatan dan naskah Belanda yang ia temukan di perpustakaan Buitenzorg
(hlm: 249).
Dengan
membaca buku ini terungkap sisi lain Raffles ketika dia berkuasa di Jawa. Ada
tragedi dan kematian, kebencian dan kemunafikan, serta sejumlah kegagalan.
Adapun salah satu pencapaian Raffles adalah dirinya dan anak buahnya
benar-benar merupakan orang pertama yang membuat Borobudur diperhatikan dunia Eropa.
Dan
penyusunan daftar candi di Jawa akhirnya merupakan penaklukan Inggris yang
paling ramah dan mengagumkan di Indonesia. Dalam buku ini, Tim Hannigan sebagai
penulis tidak hanya memberikan gambaraan keadaan Jawa kala itu, namun juga
menyuguhkan kondisi Jawa pada masa kini. Hal itu, dapat menarik minat pembaca
untuk melihat lebih dekat kawasan Jawa sekarang yang telah merdeka. (M.
Nafiul Haris)
0 Response to "Sisi Lain Raffles Tentang Jawa"
Post a Comment